Latar Belakang

Manusia dalam menjalani kehidupan mempunyai kebutuhan dan keinginan untuk dipenuhi, baik sifatnya biologis maupun psikologis. Kotler (1997) membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan mendasar manusia berupa makanan, air, tempat tinggal, keamanan, penghargaan, pengakuan serta rasa kepemilikan. Keinginan (wants) adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik, dalam hal ini, manusia memiliki tingkatan yang berbeda terhadap produk dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan.
 Faktor kepuasan merupakan kunci untuk mempertahankan konsumen, agar membeli kembali produk dengan merk yang sama (loyal). Kotler (1997) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara besarnya kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas dan senang, untuk itu perusahaan dituntut mengerti apa yang sedang diinginakan oleh pasar.
Dalam perkembangan lingkungan bisnis akhir-akhir ini telah memunculkan suatu gejala, yaitu semakin banyak dan beragamnya produk yang ditawarkan oleh perusahaan pada industri yang sama. Produk yang ditawarkan dapat berupa barang, jasa atau barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier. Beragamnya produk yang ditawarkan oleh perusahaan merupakan suatu strategi persaingan bisnis.
Krisis ekonomi yang sedang terjadi saat ini membuat persaingan suatu produk menjadi semakin ketat baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Meskipun konsumen yang membeli selalu ada tetapi daya belinya semakin kecil. Oleh sebab itu konsumen menjadi semakin kritis untuk melakukan pembelian atas produk yang mereka butuhkan salah satunya handphone. 
Di sisi perkembangan bisnisnya, handphone akhir-akhir ini telah menunjukkan suatu gejala, yaitu semakin banyak dan beragamnya produk handphone yang ditawarkan oleh perusahaan dan pengembangan produk handphone yang semakin cepat. Pengembangan produk handphone yang semakin cepat tersebut terletak pada bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Semakin lama bentuk handphone semakin menarik, ukurannya semakin kecil dan fasilitas kegunaannya semakin lengkap. Saat ini banyak merek handphone yang telah beredar di Indonesia, misalnya: Nokia, Samsung, Sony Ericson, Siemens, LG, Philip, Motorola, Panasonic, ZTE, dll dan tiap merek meluncurkan banyak model atau seri yang bervariasi. Strategi pengembangan produk tersebut merupakan tujuan pemasar untuk menciptakan perilaku variety seeking pada diri konsumen.
Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu memberikan yang terbaik bagi pelanggannya yaitu dengan memberikan kualitas yang lebih baik, produk yang lebih murah, pelayanan yang lebih baik dan lain sebagainya. Sebab jika pelanggan kurang puas maka kemungkinan pelanggan akan beralih ke merek lain, hal tersebut menyebabkan turunnya angka penjualan yang diikuti berkurangnya pangsa pasar (market share) sehingga akan menurunkan laba yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri.
Banyak perusahaan yang telah membuktikan bahwa oleh kuatnya strategi pengembangan produk yang dilakukan merupakan tujuan pemasar untuk menciptakan perilaku mencari keragaman (variety seeking) pada konsumen merek lain. Variety seeking adalah perilaku dari konsumen yang berusaha untuk mencari keberagaman merek di luar kebiasaannya karena tingkat keterlibatan beberapa produk rendah. Perilaku variety seeking menurut Kahn, Kalnawi, dan Morrison (1998,p-46) disebut juga sebagai kecenderungan individu-individu untuk mencari keberagaman dalam memilih jasa untuk mencari keberagaman dalam memilih jasa atau barang pada suatu waktu yang timbul karena beberapa alasan yang berbeda. Perilaku semacam ini sering terjadi pada beberapa produk dimana tingkat keterlibatan produk itu rendah (low involvement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan rendah, apabila dalam proses pembuatan keputusan konsumen tidak melibatkan banyak faktor dan informasi yang harus ikut dipertimbangkan. Perilaku variety seeking ini cenderung akan terjadi pada pembelian sebuah produk yang menimbulkan risiko minimal yang akan ditanggung konsumen dan pada waktu konsumen kurang memiliki komitmen terhadap merek tertentu (Assael, 1998) perilaku variety seeking ini akan menimbulkan perilaku brand switching konsumen.
 Perilaku brand switching yang timbul akibat adanya perilaku variety seeking perlu mendapat perhatian pemasar. Perilaku ini tidak hanya cenderung terjadi pada produk yang memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah (low involvement), akan tetapi terjadi juga pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high involuement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan tinggi, apabila konsumen melibatkan banyak faktor pertimbangan dan informasi yang harus diperoleh sebelum menggambil keputusan untuk membeli. Adapun faktor yang termasuk dalam pertimbangan tersebut adalah resiko, yaitu resiko performance, fisik, keuangan dan waktu. Biasanya tingkat keterlibatan yang tinggi (high involvement) terjadi pada pembelian produk-produk otomotif dan elektronik (sambandam, dalam Dwi Wulan dan Alimuddin, 2004).
Telepon genggam (handphone) atau telepon selular saat ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat dimana kepemilikannya tidak hanya didasarkan pada fungsi utama handphone sebagai alat komunikasi, tetapi fitur tambahan serta disain produk juga menjadi dasar pertimbangan dalam memutuskan memilih jenis atau merek produk. Masyarakat beranggapan bahwa handphone yang dimiliknya menggambarkan status sosial pemiliknya. Oleh karena itu memiliki handphone yang baru dan mahal menunjukkan status ekonomi yang mapan dan trendi. Namun sebagian lainnya menganggap bahwa handphone adalah merupakan alat komunikasi, maka bentuk, fitur serta teknologi yang melengkapinya tidaklah begitu penting. Bahkan banyak masyarakat yang menggunakan handphone tipe lama sepanjang fungsinya sebagai alat komunikasi tetap berfungsi.  
 Dari hasil riset yang dikemukakan oleh Roy Suryo dalam www.x-phones.com (2001) menyebutkan bahwa ternyata 92.9% orang membawa ponsel ketika liburan, dan 54% orang tidur dengan ponsel di sampingnya. Dari hal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa handphone merupakan simbol kehidupan sehari-hari dan hampir semua orang memiliki serta menggunakannya.
 Dewasa ini handphone bukan hanya milik orang dewasa, akan tetapi juga dimiliki oleh anak- anak muda dari siswa sekolah dasar, sekolah menengah sampai perguruan tinggi dan orang tua. Selain itu handphone telah merambah melintasi perbedaan strata sosial dan status ekonomi, seiring dengan semakin murahnya harga handphone serta tersedianya produk-produk second hand (barang bekas pakai) hampir tersedia di semua counter penjualan, juga adanya upaya dari beberapa provider handphone untuk melayani segmen pasar tertentu dengan harga yang dapat terjangkau.
 Mengingat banyaknya pilihan merek dan tipe handphone yang ditawarkan dipasaran, serta seiring dengan perubahan selera konsumen maka tidak jarang dalam kurun waktu singkat seorang pengguna berganti merek atau tipe handphonenya dari suatu merek ke merek lainnya. Hal semacam itu menunjukkan bahwa produk handphone sangat rentan dengan perilaku variety seeking.
 Sellyana Junaidi dan Basu Swastha (2002:91) dalam penelitiannya pengaruh ketidakpuasan konsumen, karekteristik kategori produk, dan kebutuhan mencari variasi terhadap keputusan perpindahan merek dengan produk-produk toiletris yaitu sampo, sabun pasta gigi. Dengan menggunakan analisis regresi linear berganda, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan konsumen dan kebutuhan mencari variasi mempengaruhi keputusan perpindahan merek secara signifikan. Namun karekteristik produk toiletris tidak mempengaruhi keputusan perpindahan merek secara signifikan. 
Menurut penelitian Dwi Ermawati (2006), terdapat pengaruh antara periklanan, perubahan harga dan ketidakpuasan konsumen terhadap keputusan perpindahan merek pada konsumen shampo sunslik di surabaya. Sedangkan menurut Septi Erawati (2006) terdapat pengaruh ketidakpuasan konsumen, harga dan kualitas produk terhadap keputusan perpndahan merek handphone pada penduduk di kota magelang. 
 Menurut pra survei yang telah dilakukan oleh penulis sebelum penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang memepengaruhi pelanggan untuk loyal atau berpindah merek. Yang pertama adalah harga, karena harga merupakan nilai produk yang harus dibayarkan oleh konsumen. Sebagai contoh, harga yang ditawarkan suatu merek yang terlalu mahal sementara karakteristik yang ditawarkan sama dengan merek saingannya, hal semacam itu juga dapat menyebabkan perpindahan merek. Faktor yang kedua adalah ketidakpuasan, Ketidakpuasan atas produk dan merek sebagai hasil dari dua variabel kognitif antara lain harapan pra pembelian dan ketidakcocokan. Ketiga adalah mencoba-coba atau mencari variasi (variety seeking), dimana dengan adanya berbagai macam produk yang ditawarkan membuat konsumen mudah sekali untuk berpindah merek. Karena konsumen dihadapkan dengan berbagai macam variasi produk dengan berbagai jenis merek, keadaan ini dapat mempengaruhi konsumen untuk mencoba coba berbagai macam produk dan merek sehingga konsumen tidak akan sepenuhnya setia akan suatu produk. Dan yang keempat adalah kualitas produk, dimana kualitas mencerminkan kemampuan produk untuk menjalankan sesuai dengan fungsinya. Apabila terdapat produk atau merek tertentu yang kualitasnya buruk atau kurang baik, maka konsumen akan enggan untuk menggunakannya dan memungkinkan untuk beralih pada produk atau merek yang lain. 
Dari uraian diatas terdapat beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi perpindahan merek, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh variabel harga, ketidakpuasan, variety seeking dan kualitas produk dapat mempengaruhi brand swicthing. Penelitian ini mengunakan produk handphone yang murah, karena pada saat brand switching handphone yang harganya murah atau kelas menengah kebawah memiliki resiko yang kecil dibandingkan dengan handphone yang harganya mahal atau kelas premiun. Dan responden bertempat tinggal di kota semarang yang berusia 18-45 tahun, karena diharapkan pada usia tersebut dapat memberikan jawaban yang realistis.